INSTINGJURNALIS.com - Sangat disayangkan hingga hari ini, infeksi virus Corona terus merajalela. Penyebarannya makin meluas, kian mengalahkan upaya-upaya pencegahan yang terus dilakukan.
Ibarat balap mobil, sebaran virus Corona melaju meninggalkan upaya memutus mata rantai kontaminasi dan sepertinya sulit menebak kapan upaya pencegahan ini membuahkan hasil, bila melihat korban positif covid 19 masih bertambah.
Sebuah fakta beberapa bulan terakhir, menunjukkan ledakan infeksi covid 19 terjadi pada tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan dalam usaha melawan progresifitas covid 19.
Wakil ketua umum PB IDI (Ikatan Dokter Indonesia), dr.Adib Khumaidi menyampaikan presentase tenaga kesehatan yang terinfeksi covid 19 di Indonesia menjadi yang tertinggi di negara Asean. Bila di Negara lain, kematian tenaga kesehatan berkisar di angka 1 %, maka di Indonesia angkanya mencapai 5-6 %. Itu artinya, di setiap 100 kematian, terdapat 5-6 tenaga kesehatan yang menjadi korban.
Meningkatnya korban virus Corona pada tenaga kesehatan menjadi pukulan telak bagi dunia kesehatan di Indonesia, sekaligus menjadi warning kewaspadaan bagi kota dan kabupaten. Para tenaga kesehatan yang bertumbangan ini merupakan point utama dalam tindakan perawatan di fasilitas kesehatan sekaligus pelaku dalam upaya penelusuran kontak di masyarakat.
MInimnya jumlah tenaga kesehatan yang aktif di fasilitas kesehatan akibat sebagian besar harus menjalani isolasi mandiri, mengakibatkan upaya menghentikan penyebaran covid 19 semakin terhambat.
Bahkan di beberapa tempat, sebagian Puskesmas harus di tutup karena staf yang terkonfirmasi positif covid 19. Akibatnya, masyarakat yang ingin berobat harus mengalihkan tujuannya ke puskesmas lain. Nampak penumpukan antrian di puskesmas tersebut di sebabkan membludaknya masyarakat yang akan berobat.
Pengalihan tujuan berobat untuk masyarakat , terpaksa di ambil agar pelayanan kesehatan tetap berjalan. Bukan hal mudah, karena jarak yang ditempuh untuk sampai ke fasilitas kesehatan akan lebih jauh. Waktu yang di butuhkan pun relatif lebih lama.
Setiap 1 tenaga kesehatan terkonfirmasi positif di fasilitas kesehatan kecamatan, itu berarti sinyal buruk bagi semua pihak. Karena beratus-ratus masyarakat akan di alihkan ke fasilitas kesehatan yang baru.
Dalam suasana kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan medis secepatnya, pengalihan ini sangat tidak menguntungkan. Tetapi mau tidak mau, suka tidak suka, pilihan ini menjadi yang terbaik saat ini. Seperti kata pepatah: Bila tidak bisa meraih segalanya, maka lakukan sebagiannya.
Menghindari sambungan kontak covid 19 penting, tetapi melaksanakan pelayanan kesehatan juga penting. Maka inilah tantangan untuk tenaga kesehatan sekaligus masyarakat dalam menghadapi situasi rumit ini. Bahwa semua pihak harus berdiri dalam lingkaran yang sama. Menumbuhkan saling support dan meredakan tudingan-tudingan yang dapat memperkeruh suasana.
Tidak ada yang mengharapkan situasi ini. Kita semua tak ada yang ingin masuk dalam kondisi seperti ini. Semua berharap bisa kembali ke masa di mana covid 19 belum hadir. Namun ketika takdir memaksa kita untuk berada dalam suasana ini, maka hanya kekuatan bersama yang dapat mendorong kita melalui semua ini.
Kita tidak bisa menjamin semua orang 100 % akan menerapkan protokol kesehatan. Tapi tugas kita semua untuk saling mengingatkan dan menjadi kontrol bagi penerapan protokol kesehatan. Memang tidak mudah memberlakukan hal yang baru karena membutuhkan waktu adaptasi dalam penerapannya.
Namun, bila itu merupakan konsensus sosial, maka yang berat akan menjadi ringan. Dengan itu, kita berharap upaya pemutusan mata rantai covid 19 dapat terasa manfaatnya.
Drg.Irfan Aryanto
Dokter gigi Puskesmas Lappae, Kabupaten Sinjai
Komentar0