TSMpGUd8BUMoGUMoTSO6TSM7Ti==

OPINI : Budaya 'Tabe' Dalam Komunikasi Pendidikan

OPINI : Budaya 'Tabe' Dalam Komunikasi Pendidikan
Arsyad

KATA tabe’ dalam bahasa bugis memiliki makna yang komunikatif dan edukatif. Kata tabe’ berarti meminta ijin atau menyapa seseorang dengan penuh penghormatan. Budaya tabe’ telah lama diterapkan dalam proses mendidik anak masyarakat bugis.

Seperti dalam pendidikan informal, sejak kecil seorang anak diajarkan oleh orang tuanya untuk menggunakan kata “tabe’” dan mengaplikasikannya pada tata cara bergaul dengan orang lain. Pergaulan itulah yang biasanya menjadi bekalawal dalam menjalin komunikasihidup yang rukun dan damai.

Pada pengamalan lainnya, kata “tabe” juga bisa dimaknai dengan kata “mappatabe’” yang artinya meminta restu, meminta izin, dan menghadapkan diri kepada seseorang. Biasanya pengaplikasian kata mappatabe’ digunakan dengan menghadap kepada orang yang dituakan.

Seperti seorang anak mappatabe’ dengan maksud meminta restu kepada orang tuanya untuk melakukan sesuatu. Sama dengan hal yang biasa diamalkan disekolah oleh seorang siswa mappatabe’ kepada gurunya untuk mengerjakan sesuatu.

Sedangkan komunikasi merupakan instrumen yang digunakan dalam menjalin integrasi antara beberapa pihak. Dalam lembaga pendidikan, komunikasi ibarat mata rantai yang menyambungkan antara pendidik, peserta didik, dan sejumlah pihak yang terkait. Sampai pada setiap ruang dalam lembaga pendidikan, dieratkan dengan sebuah komunikasi demi menyambungkan wadah kerja sama yang lebih efektif.

Integrasi antar pelaku pendidikan telah membentuk wajah yang komunikatif dan administratif. Secara umum, proses pendidikan telah mempunyai konsep manajemen tersendiri melalui komunikasi berupa administrasi kurikulum. Secara spesifik, pendidikan formal mengacu pada komunikasi administratif seperti silabus, RPP, dan beberapa instrumen lainnya.
[CUT]
Efektivitas sistem pengadministrasian tersebut menampakkan wajah dengan watak komunikatif. Terjalin relasi yang baik antara peserta didik dengan guru melalui proses komunikasi pembelajaran di kelas. Komukasi kepala sekolah dengan pendidik/guru akan intens dan diatur dalam sistem komunikasi secara struktural.

Komunikasi tabe’ dan mappatabe’ merupakan ciri khas tersendiri dalam menemukan kemistri antara manusia satu dengan lainnya. Seperti dalam lembaga pendidikan, pengaplikasian budaya tabe’ adalah hal yang sangat urgen karena dapat membangun emosional antara pelajar dengan pengajar, antara peserta didik dengan pendidik, antara kepala sekolah dengan para guru dan komite sekolah, antara guru dengan guru, dan relasi komunikasi lainnya.

Budaya tabe’ merupakan bagian dari instrumen komunikasi yang produktif dalam sebuah pengembangan iklim kerja sama yang efektif pada sebuah lembaga pendidikan. Dalam proses kerjasama, para pegawai mestilah menggunakan pola dan aksiologi komunikasi yang baik seperti mappatabe’.

Penerapan budaya mappatabe’ setidaknya dapat mencairkan suasana diskriminatif dan sekat antar pegawai karena di dalamnya terdapat pola penghubung emosional yang mengembangkan keakraban serta saling mejaga dan menghormati.

Utamanya dalam pengelolaan administrasi dan teknis penyelenggaraan pendidikan di sekolah, akan lebih rukun jika seluruh stakeholder menggunakan budaya budaya “tabe’” dalam berkomunikasi.

Tabe’ atau mappatabe’ telah menjadi warisan nenek moyang manusia bugis dalam rangka menciptakan sebuah pola perekat kemanusiaan. Eratnya hubungan manusia akan melahirkan tatanan sosial yang rukun dan damai. Sebagaimana masyarakat yang damai akan dan rukun adalah wajah sebuah kesejahteraan sebagai kemerdekaan yang seutuhnya.
[CUT]
Namun seiring dengan gerusan zaman yang semakin hari semakin membentuk sekat antara manusianya, maka budaya tabe’ yang tadinya menjadi benang jahitan dan perekat kemanusiaan, kini telah banyak yang mulai rapuh dan kembali berserakan tak karua.

Pola komunikasi yang tadinya mayoritas menggunakan pertemuan/silaturahim, terganti dengan alasan yang agak hedon dengan hanya berkomunikasi melalui media sosial yang super canggih. Bahkan fatalnya, pola komunikasi media sosial pun terkadang digunakan untuk menyampaikan hal-hal yang negatif seperti saling menghujat dan lain sebagainya.

Lembaga pendidikan sebagai wadah berprosesnya mayoritas generasi bangsa tentunya diharapkan mendapatkan didikan yang baik seperti sadar dan terhindari dari budaya sekat antar sesama manusia. Peserta didik haruslah dididik dengan pola komunikasi yang efektif seperti pengamalan nilai-nilai mappatabe’.

Peserta didik mustinya disajikan muatan kurikulum yang melatih mereka dalam mengamalkan nilai-nilai kebaikan dari tradisi atau budaya lokal sebagai bekal positif dalam merespon wajah masa depannya. Peserta didik dan seluruh pihak yang terkait dengan lembaga pendidikan sejatinya sadar bahwa budaya tabe’ sangat urgen untuk diterapkan pada proses menjalin komunikasi di lembaga pendidikan.

(Oleh: Arsyad)

Type above and press Enter to search.